Selasa, 16 Juni 2020

OTAK ENCER KERAS KEPALA

Perkataan “otak encer” itu adalah sebagai perumpamaan air yang mengalir, mengapa demikian?

Kita mengambil contoh dari Air yang ia adalah sumber kehidupan, karena air dapat mengalir kemana arah alirannya tanpa harus di arahkan, jangan kau paksa air untuk mengalir karena ia tau dataran yang lebih rendah dari permukaan.

Beda halnya dengan “Keras kepala” itu seperti es batu atau air yang telah membeku, mengapa demikian?

Karena air yang telah membeku tidak dapat untuk mengalir, apa lagi kalau dia ingin mengaliri dataran yang lebih tinggi dengan bermaksud melampaui batas-batas yang dimiliki.

Ketika ia tau dataran yang lebih rendah disebut Otak encer dan ketika ia ingin melampaui batasnya disebut keras Kepala, disini ada perbedaan antara otak dan kepala, kelihatannya otak dianak emaskan dengan kepala sebagai kambing hitamnya, ahh sudahlah orang-orang memang sering begitu yang melihat dan menilai sesuatu itu dari luarnya saja, tapi tunggu dulu …

“Otak encer biasanya keras kepala”

Orang-orang yang ingin melampaui batas, otaknya pasti encer karena tidak mungkin ia dapat melampaui batasnya apabila hanya berkapasitas dataran rendah…, kecuali orang-orang yang berkemauan tinggi dengan kemampuan standar seperti saya ini, tapi ingat “suatu pencapaian bukan didapatkan oleh dia yang bisa, melainkan dia yang berkemauan”

Kepala itu satu, apabila kepala berubah menjadi lebih dari satu itu sama halnya seperti mata karena ia hanya akan melihat bukan memutuskan, bahkan lebih parahnya lagi jika seperti mata kaki yang akan saling berhadapan dan sama-sama berdiam diri dengan posisi paling bawah.

Menurut saya; Dari mata tidak langsung turun ke hati melainkan disaring terlebih dahulu oleh otak, baru kemudian turun ke hati lalu timbul reaksi melalui perbuatan dan perkataan.

Apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar dan apa yang kamu rasakan itu semua adalah pembelajaran, maka bersikaplah biasa saja dalam menghadapi segala sesuatu dan tidak terlalu berlebihan, “Lidah orang yang berakal berada di belakang hatinya, sedangkan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya” (Saidina Ali Bin Abi Thalib).

Maka dari itu, sang pencipta telah menganugerahi kepada hambanya fikiran dan hati agar dapat merasakan dan membedakan baik buruknya segala sesuatu, pergunakanlah sebagaimana mestinya agar keburukan dan segala bentuk ketidak adilan dapat dibrantas dari muka bumi ini.

Berfikirlah secara kritis dan jangan ragu untuk mengambil keputusan selama itu untuk mencapai arah yang lebih baik dan jangan pernah engkau takut pada siapa atau apa saja yang menghadang karena itu bukan sebuah tujuan.


0 komentar:

Posting Komentar